Kemantapan
(stabilitas) lereng merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam pekerjaan
yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan tanah, batuan dan bahan
galian, karena menyangkut persoalan keselamatan manusia (pekerja), keamanan
peralatan serta kelancaran produksi. Keadaan ini berhubungan dengan terdapat
dalam bermacam-macam jenis pekerjaan, misalnya pada pembuatan jalan, bendungan,
penggalian kanal, penggalian untuk konstruksi, penambangan dan lain -lain.
Dalam
operasi penambangan masalah kemantapan lereng ini akan diketemukan pada
penggalian tambang terbuka, bendungan untuk cadangan air kerja, tempat
penimbunan limbah buangan (tailing disposal) dan penimbunan bijih (stockyard).
Apabila lereng-lereng yang terbentuk sebagai akibat dari proses penambangan
(pit slope) maupun yang merupakan sarana penunjang operasi penambangan (seperti
bendungan dan jalan) tidak stabil, maka akan mengganggu kegiatan produksi.
Dari
keterangan diatas, dapat dipahami bahwa analisis kemantapan lereng merupakan
suatu bagian yang penting untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap
kelancaran produksi maupun terjadinya bencana yang fatal. Dalam keadaan tidak
terganggu (alamiah), tanah atau batuan umumnya berada dalam keadaan seimbang
terhadap gaya-gaya yang timbul dari dalam. Kalau misalnya karena sesuatu sebab
mengalami perubahan keseimbangan akibat pengangkatan, penurunan, penggalian,
penimbunan, erosi atau aktivitas lain, maka tanah atau batuan itu akan berusaha
untuk mencapai keadaaan yang baru secara alamiah. Cara ini biasanya berupa
proses degradasi atau pengurangan beban, terutama dalam bentuk
longsoran-longsoran atau gerakan-gerakan lain sampai tercapai keadaaan
keseimbangan yang baru. Pada tanah atau batuan dalam keadaan tidak terganggu
(alamiah) telah bekerja tegangan-tegangan vertikal, horisontal dan tekanan air
dari pori. Ketiga hal di atas mempunyai peranan penting dalam membentuk
kestabilan lereng.
Sedangkan
tanah atau batuan sendiri mempunyai sifat-sifat fisik asli tertentu, seperti
sudut geser dalam (angle of internal friction), gaya kohesi dan bobot isi yang
juga sangat berperan dalam menentukan kekuatan tanah dan yang juga mempengaruhi
kemantapan lereng. Oleh karena itu dalam usaha untuk melakukan analisis
kemantapan lereng harus diketahui dengan pasti sistem tegangan yang bekerja
pada tanah atau batuan dan juga sifat-sifat fisik aslinya. Dengan pengetahuan
dan data tersebut kemudian dapat dilakukan analisis kelakuan tanah atau batuan
tersebut jika digali atau “diganggu”. Setelah itu, bisa ditentukan geometri
lereng yang diperbolehkan atau mengaplikasi cara-cara lain yang dapat membantu
lereng tersebut menjadi stabil dan mantap.
Dalam
menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal istilah faktor keamanan
(safety factor) yang merupakan perbandingan antara gaya-gaya yang menahan
gerakan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah tersebut dianggap stabil,
bila dirumuskan sebagai berikut :
Faktor
kemanan (F) = gaya penahan / gaya penggerak
Dimana untuk keadaan :
Dimana untuk keadaan :
F > 1,0 :
lereng dalam keadaan mantap
F = 1,0 :
lereng dalam keadaan seimbnag, dan siap untuk longsor
F < 1,0 :
lereng tidak mantap
Jadi dalam menganalisis kemantapan lereng akan selalu berkaitan dengan perhitungan untuk mengetahui angka faktor keamanan dari lereng tersebut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemantapan lereng, antara lain :
Jadi dalam menganalisis kemantapan lereng akan selalu berkaitan dengan perhitungan untuk mengetahui angka faktor keamanan dari lereng tersebut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemantapan lereng, antara lain :
1.
Penyebaran batuan
Penyebaran
dan keragaman jenis batuan sangat berkaitan dengan kemantapan lereng, ini
karena kekuatan, sifat fisik dan teknis suatu jenis batuan berbeda dengan batuan
lainnya. Penyamarataan jenis batuan akan mengakibatkan kesalahan hasil
analisis. Misalnya : kemiringan lereng yang terdiri dari pasir tentu akan
berbeda dengan lereng yang terdiri dari lempung atau campurannya.
2.
Struktur geologi Struktur geologi
yang mempengaruhi kemantapan lereng dan perlu diperhatikan dalam analisis
adalah struktur regional dan lokal. Struktur ini mencakup sesar, kekar, bidang
perlapisan, sinklin dan antiklin, ketidakselarasan, liniasi, dll. Struktur ini
sangat mempengaruhi kekuatan batuan karena umumnya merupakan bidang lemah pada
batuan tersebut, dan merupakan tempat rembesan air yang mempercepat proses
pelapukan.
3.
Morfologi
Keadaan
morfologi suatu daerah akan sangat mempengaruhi kemantapan lereng didaerah
tersebut. Morfologi yang terdiri dari keadaan fisik, karakteristik dan bentuk
permukaan bumi, sangat menentukan laju erosi dan pengendapan yang terjadi,
menent ukan arah aliran air permukaan maupun air tanah dan proses pelapukan
batuan.
4.
Iklim
Iklim mempengaruhi temperatur dan jumlah hujan, sehingga berpengaruh pula pada proses pelapukan. Daerah tropis yang panas, lembab dengan curah hujan tinggi akan menyebabkan proses pelapukan batuan jauh lebih cepat daripada daerah sub-tropis. Karena itu ketebalan tanah di daerah tropis lebih tebal dan kekuatannya lebih rendah dari batuan segarnya.
Iklim mempengaruhi temperatur dan jumlah hujan, sehingga berpengaruh pula pada proses pelapukan. Daerah tropis yang panas, lembab dengan curah hujan tinggi akan menyebabkan proses pelapukan batuan jauh lebih cepat daripada daerah sub-tropis. Karena itu ketebalan tanah di daerah tropis lebih tebal dan kekuatannya lebih rendah dari batuan segarnya.
5.
Tingkat pelapukan
Tingkat
pelapukan mempengaruhi sifat-sifat asli dari batuan, misalnya angka kohesi,
besarnya sudut geser dalam, bobot isi, dll. Semakin tinggi tingkat pelapukan,
maka kekuatan batuan akan menurun.
6.
Hasil kerja manusia
Selain
faktor alamiah, manusia juga memberikan andil yang tidak kecil. Misalnya, suatu
lereng yang awalnya mantap, karena manusia menebangi pohon pelindung,
pengolahan tanah yang tidak baik, saluran air yang tidak baik, penggalian /
tambang, dan lainnya menyebabkan lereng tersebut menjadi tidak mantap, sehingga
erosi dan longsoran mudah terjadi.
Pada
dasarnya longsoran akan terjadi karena dua sebab, yaitu naiknya tegangan geser
(she ar st ree s) dan menurunnya kekuatan geser (shear strenght). Adapun faktor
yang dapat menaikkan tegangan geser adalah :
1.
Pengurangan penyanggaan lateral,
antara lain karena erosi, longsoran terdahulu yang menghasilkan lereng baru dan
kegiatan manusia.
2.
Pertambahan tegangan, antara lain
karena penambahan beban, tekanan air rembesan, dan penumpukan.
3.
Gaya dinamik, yang disebabkan oleh
gempa dan getaran lainnya.
4.
Pengangkatan atau penurunan
regional, yang disebabkan oleh gerakan pembentukan pegunungan dan perubahan
sudut kemiringan lereng.
5.
Pemindahan penyangga, yang
disebabkan oleh pemotongan tebing oleh sungai, pelapukan dan erosi di bawah
permukaan, kegiatan pertambangan dan terowongan, berkurangnya/hancurnya
material dibagian dasar.
6.
Tegangan lateral, yang ditimbulkan
oleh adanya air di rekahan serta pembekuan air, penggembungan lapisan lempung dan
perpindahan sisa tegangan. Sedangkan faktor yang mengurangi kekuatan geser
adalah :
a)
Keadaan atau rona awal, memang sudah
rendah dari awal disebabkan oleh komposisi, tekstur, struktur dan geometri
lereng.
b)
Perubahan karena pelapukan dan
reaksi kimia fisik, yang menyebabkan lempung berposi menjadi lunak,
disinteggrasi batuan granular, turunnya kohesi, pengggembungan lapisan lempung,
pelarutan material penyemen batuan
c)
Perubahan gaya antara butiran karena
pengaruh kandungan air dan tekanan air pori.
d)
Perubahan struktur, seperti
terbentuknya rekahan pada lempung yang terdapat di tebing / lereng.
1.1. Geometri
Jenjang (Bench Dimension)
Sebelum
mengetahui beberapa pendapat mengenai dimensi jenjang, perlu diketahui istilah pada
jenjang seperti terlihat di bawah ini. Dalam penentuan gometri jenjang,
beberapa hal yang dipertimbangkan, antara lain :
1.
Sasaran produksi harian dan tahunan
2.
Ukuran alat mekanis yang digunakan
3.
Sesuai dengan ultimate pit slope
4.
Sesuai dengan kriteria slope
stability
Elemen-elemen
suatu jenjang terdiri dari tinggi, lebar dan kemiringan yang penentuan
dimensinya dipengaruhi oleh: (1) alat-alat berat yang dipakai (terutama alat
gali dan angkut), (2) kondisi geologi, (3) sifat fisik batuan, (4) selektifitas
pemisahan yang diharapkan antara bijih dan buangan, (5) laju produksi dan (6)
iklim. Tinggi jenjang adalah jarak vertikal diantara level horisontal pada pit;
lebar jenjang adalah jarak horisontal lantai tempat di mana seluruh aktifitas
penggalian, pemuatan dan pengeboran-peledakan dilaksanakan; dan kemiringan
jenjang adalah sudut lereng jenjang. Batas ketinggian jenjang diupayakan sesuai
dertgan tipe alat muat yang dipakai agar bagian puncaknya terjangkau oleh boom
alat muat. Disamping itu batas ketinggian jenjang pun harus mempertimbangkan
aspek kestabilan lereng, yaitu tidak longsor karena getaran peledakan atau
akibat hujan. Tinggi pada tambang terbuka dan quarry batu andesit dan granit
sekitar 15 m, sedangkan pada tambang uranium hanya sekitar 1,0 m.
Kemiringan
dinding jenjang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ukuran dan bentuk
pit serta luas areal pit. Kemiringan lereng jenjang juga akan membantu
penentuan jumlah buangan yang harus diangkat untuk mendapatkan bijih. Telah
disinggung sebelumnya bahwa lereng jenjang harus stabil selama aktifitas
penggailan berlangsung, oleh sebab itu perlu dilakukan analisis kestabilan
lereng diseluruh areal tambang (pit). Kekuatan batuan, patahan, retakan-retakan,
kandungan air tanah dan informasi geologi lainnya adalah faktor kunci untuk
menganalisis lereng tambang. Akibat dari perbedaan karakteristik batuan dan
informasi geologi, maka tidak heran apabila di dalam wilayah penambangan akan
terjadi kemiringan lereng yang berbeda. Kemiringan dinding permuka kerja
(individual slope) pada tambang bijih dan quarry batuan kompak berkisar antara
720 - 850. Penentuan lebar jenjang akan dipengaruhi oleh laju produksi yang
diinginkan, dimensi serta jumlah alat angkut dan alat muat, aktifitas
pengeboran-peledakan dan kondisi geologi di sekitar pit.
Tidak ada
rumus baku untuk menentukan lebar jenjang; namun, beberapa parameter penting
di bawah ini harus dipertimbangkan, meliputi:
1.
radius manuver alat angkut saat akan
dimuat material oleh alat muat, Rm:
2.
cukup leluasa untuk berpapasan minimal
dua alat angkut, 2 Lt +c ;
3.
lebar maksimum tumpukan hasil
peledakan (muckpile), Mp ;
4.
lebar areal yang akan dibor, Ld.
Berdasarkan
parameter di atas, maka dapat dibuat rumus empiris lebar jenjang (LB) sebagai
berikut: LB = Rm+(2Lt+c)+Mp+Ld Parameter Lt adalah lebar sebuah truck maksimum
dan c adalah konstanta yang tergantung pada jarak dua truck yang aman ketika
berpapasan, yaitu antara 5,0 m sampai 10 m. Beberapa pihak yang mengeluarkan pendapat
mengenai dimensi jenjang, antara lain :
1.
Head Quarter of US Army (Pit sand
Quarry Technical Bulletin No 5-352)
2.
Lew is (Elements of Mining)
3.
L. Shevyakov (Mining of Mineral
Deposits)
4.
Melinkov dan Chevnokov (Safety in
Open Cast Mining)
5.
Popov (The Working of Mineral
Deposit)
6.
Young (Elements of Mining)
7.
E. P. Pfeider (Surface Mining)
8.
Head Quarter of US Army (Pit sand
Quarry Technical Bulletin No 5-352)
Wmin = Y +Wt + Ls + G + Wb
dimana :
Wmin : Lebar jenjang minimum (m)
Y : Lebar yang disediakan untuk
pengeboran (m)
Wt : Lebar yang disediakan untuk
alat -alat (m)
Ls : Panjang power shovel tanpa boom
(m)
G : Radius lantai kerja yang
terpotong oleh shovel (m)
Wb : Lebar untuk broken material (m)
1.
Lewis (Elements of Mining)
Tinggi
jenjang sebagai berikut :
a.
Untuk hidraulicking yang baik adalah
20 ft dan maksimum 60 ft
b.
Untuk dredging kedalaman ideal
antara 50 ft – 80 ft, tetapi ada yang sampai 130 m
c.
Untuk Open-cut antara 12 ft – 75 ft;
yang baik 30 ft. Sedangkan untuk tambang bijih dapat mencapai 225 ft. Lebar
jenjang disesuaikan dengan loading track, daerah operasi power shovel serta
untuk peledakan. Lebarnya antara 20 ft – 75 ft, umumnya 50 ft dan idealnya 30
ft .
2.
L. Shevyakov (Mining of Mineral
Deposits)
Lebar
jenjang tergantung pada metode penggalian dan kekerasan bahan galian yang
ditambang.
a. Untuk
Material Lunak
B = (1,00 s.d 1,50 ) Ro + L + L1 +
L2
Dimana
B : Lebar jenjang (m)
Ro : Digging radius dari alat muat
(m)
L : Jarak ant ara sisi jenjang
dengan rel (3 – 4 m)
L1 : Lebar lori (1,75 – 3,00 m)
L2 : Jarak untuk menjaga agar tidak
longsor (m)
b. Untuk
Material Keras
B = N + L + L1 + L2
Dimana
B : Lebar jenjang (m)
N : Lebar yang dibutuhkan untuk
broken material (m)
Disini tidak disediakan lebar untuk
alat gali / muat, karena dianggap alat muat bekerja disamping broken material
3.
Melinkov dan Chevnokov (Safety in
Open Cast Mining)
a. Untuk
Lapisan yang lunak (soft strata)
B = 2R + C + C1 + L
Dimana
B : Lebar jenjang (m)
R : Digging radius dari alat muat
(m)
C : Jarak sisi jenjang atau broken material
ke garis tengah rel (m)
L : lebar yang disediakan untuk
faktor keamanan, biasanya sebesar dump-truck (m)
b. Untuk
Lapisan yang lunak (soft strata)
B = a + C + C1 + L + A
Dimana
B : Lebar jenjang (m)
a : Lebar untuk broken material (m)
A : Lebar pemotongan pert ama (m)
4.
Popov (The Working of Mineral
Deposit)
a. Tinggi jenjang dan kemiringannya
Kemiringan jenjang tergantung pada
kandung air pada bahan galian; bila relatif kering biasanya memungkinkan
kemiringan jenjang yang besar.
ii) Umumnya tinggi jenjang berkisar antara 12 – 15 m dengan kemiringan :
ii) Umumnya tinggi jenjang berkisar antara 12 – 15 m dengan kemiringan :
1)
untuk batuan beku : 70o – 80o
2)
untuk batuan sedimen : 50o – 60o
3)
untuk batuan ledge dan pasir kering
: 40o – 50o
4)
untuk batuan yang argilaceous : 35o
– 45o
b. Lebar jenjang
Lebar jenjang antara 40 – 60 m,
biasanya juga dibuat antara 80 – 100 m jika memakai multi row bore-hole. Lebar
minimum untuk batuan keras :
Vr = A + C + C1 + L + B
Dimana
Vr : Lebar
jenjang minimum (m)
A : Lebar
untuk broken material (m)
C : Jarak
sisi timbunan ke sisi tengah rel (m)
C1 :
Setengah lebar lori ( m)
B : Lebar
endapan yang diledakkan (6 – 12 m)
L : Lebar yang disediakan untuk menjamin ekstraksi
endapan pada jenjang di bawahnya
5.
Young (Elements of Mining)
a. Tinggi
jenjang
1) untuk tambang
bijih besi : 20 – 40 ft
2) untuk tambang
bijih tembaga : 30 - 70 ft
3) untuk lime
st on e : s.d. 200 ft
b. Lebar
jenjang : 50 – 250 ft
c. Kemiringan
jenjang : 45o – 65o
6.
E. P. Pfeider (Surface Mining)
L = Lm + SF x
Dimana
L : Tinggi jenjang (m)
Lm : Maximum cutting height dari alat-muat
(m)
SF : Swell Factor (m)
x =
0,33 untuk cara corner cut
= 0,50 untuk
cara box cut
0 komentar:
Posting Komentar